KABUPATEN TEBO
Kabupaten Tebo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari hasil pemekaran Kabupaten Bungo Tebo, tanggal 12 Oktober 1999.
Sejarah Pada masa penjajahan Belanda selama 3,5 abad yang lalu Kabupaten Tebo menjadi Pusat Pemerintah Onder Afdeeling, kemudian dalam masa penjajahan Jepang menjadi Pusat Pemerintah GUN. Menjadi Pusat ibukota Jambi Ulu, selama 2, tahun menjadi ibukota Merangin, sebagai ibu kota Kawedanan selama 20 tahun dan 35 tahun dibawah Panji Kabupaten Bungo Tebo. Pada 12 Okober 1999, diresmikanlah Kabupaten Tebo dengan empat kecamatan dan dua kecamatan pembantu yang terdiri dari lima kelurahan dan 82 desa. Sebagai bumi Kajang Lako, Kabupaten Tebo memiliki logo "Seentak Galah Serengkuh Dayung" dengan lambang daerah merupakan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui musyawarah tokoh masyarakat Tua Tengganai, Lembaga Adat serta Pemerintah Daerah Kabupaten Tebo, dan ditetapkan melalui Keputusan Bupati No. 16 tahun 2000 sebelum ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Batas wilayah Utara Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau Selatan Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Barat Kabupaten Bungo dan Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat Timur Kabupaten Batanghari Pembagian wilayah
Kabupaten Ini Memiliki 5 Kelurahan Yaitu : - Untuk Kecamatan Tebo Tengah Memiliki 2 Kelurahan Yaitu A.Kelurahan Tebing Tinggi B.Kelurahan Pasar Muara Tebo - Untuk Kecamatan Tebo Ilir Memiliki 1 Kelurahan Yaitu: A. Kelurahn Sungai Bengkal - Untuk Kecamatan Tebo Ulu Memiliki 1 Kelurahan Yaitu : A. Kelurahan Pulau Temiang - Untuk Kecamatan Rimbo Bujang Memiliki 1 Kelurahan Yaitu : A. Kelurahan wirotho agung Sedangkan kecamatan yang baru dalam perencanaan adalah Kecamatan Muara Tebo yang berpusat di Kota Muara Tebo tersebut. Sekarang pembangunan di Kota Muara Tebo mulai digalakkan, termasuk infrastruktur jalan ke Kecamaran Rimbo Bujang, Rimbo Ilir dan Rimbo Ulu dengan tujuan laju ekonomi ke kota Muara Tebo dan tidak lagi ke Muara Bungo yang adalah ibukota kabupaten tetangga. Alasan lain adalah karena tiga kecamatan tersebut adalah kecamatan yang paling maju dan pendapatan masyarakat yang lebih tinggi dibanding kecamatan-kecamatan lainnya. Kabupaten Tebo selama dipimpin oleh Drs. H.A. Madjid Mu'az, MM. mengutamakan pembangunan infrastruktur. Pada saat ini di Kecamatan Rimbo Bujang telah memiliki Terminal Bus yang dapat melayani akses transportasi langsung ke Pulau Jawa. Untuk kelancaran transportasi dilaksanakan pembangunan dan pelebaran jalan yang menghubungkan kecamatan dalam Kabupaten Tebo. Ada banyak potensi pariwisata di Kabupaten Tebo, diantaranya adalah Danau Sigombak yang terletak di Desa Teluk Kembang Jambu, Kecamatan Tebo Ulu. Potensi lain adalah kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) yang menjanjikan wisata petualangan yang bernuansa off road dan susur sungai yang menjanjikan keindahan yang eksotis alami Kabupaten Tebo. Adapun untuk perekonomian Kabupaten Tebo Bersumber Pada perkebunan Sawit, Karet di dukung Oleh pertambangan baik itu Batu Bara, Minyak Bumi dan Tambang emas tapi masih dalam skala kecil. daerah ini kaya akan sumber daya alam dan bisa di jadikan daerah perikanan tawar karena di Lewati oleh sungai terbesar di Provinsi Jambi yaitu Sungai Batanghari serta merupakan daerah rawa dataran rendah.Kabupaten Tebo Memiliki penduduk sejumlah ± 224.944 jiwa dengan 75 % adalah petani.Memiliki 1 Buah Pusat Kesehatan yaitu Rumah sakit Umum Daerah Sultan Thaha Syariffudin, di bantu oleh 12 Pusat kesehatah Masyarakat (PKM) di 12 kecamatannya. Pariwisata
Luas TNBT 127.698 ha dan sekitar 33.000 ha berada di wilayah Jambi. Taman Nasional ini merupakan kawasan hutan lindung yang mempuyai beragam jenis habitat tumbuhan dan binatang. Didalam kawasan ini terdapat air terjun Katalo, beragam flora (660 spesies) termasuk 246 tumbuhan khas jenis flora langka, 59 spesies mamalia yang terancam punah dan rafflesia hasseltii (cendawan muko rimau).Dalam kawasan penyangga TNBT juga terdapat potensi objek wisata lainnya seperti air terjun Bulian Berdarah, air terjun Pancuran Gading, goa dan panorama Batang Sumay, makam keramat, habitat ikan kleso (arwana) di sungai Mangatai dan batu menangis. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tebo Sejarah Kabupaten Tebo Kota Muara Tebo sering menjadi ibu kota kabupaten. Bahkan sebelum menjadi ibu kota Kabupaten Tebo. Tidak percaya ? Tengok saja kilasan sejarah dan beberapa produk hukum yang mengaturnya. SAAT pemerintahan Raden Candra Negara (1690-1696) pernah menjadi ibu kota Kerajaan Jambi, tepatnya di Desa Mangun Jayo. Zaman penjajahan Belanda, menjadi pusat pemerintahan Onder Afdeeling selama 3,5 abad. Begitu pula saat penjajahan Jepang menjadi pusat pemerintahan Gun selama 3,5 tahun. Bahkan, setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1948 pernah menjadi ibu kota Kabupaten Jambi Ulu yang wilayahnya meliputi Sarolangun, Bangko, Muaro Bungo, dan Muaro Tebo. Dua tahun berikutnya, Kabupaten Jambi Ulu berubah menjadi Merangin dengan wilayah yang tetap, dan Muaro Tebo tetap menjadi ibu kota. Hanya berlangsung selama 2,5 tahun, ibu kotanya pindah ke Sungai Emas Bangko. Dan Muaro Tebo menjadi kawedanan. Saat itulah, kota yang dilewati Lintas Tengah Sumatera ini mulai pensiun menjadi ibu kota. Kemudian UU Nomor 7 Tahun 1965 mengatur Kawedanan Tebo menjadi bagian dari Kabupaten Bungo Tebo. Akhirnya dengan UU Nomor 54 Tahun 1999, Muara Tebo berhasil menjadi ibu kota Kabupaten Tebo, buah pemekaran dari Kabupaten Bungo Tebo. Setelah hampir 35 tahun berdiam diri, sekarang Muaro Tebo harus berbenah lagi. Kota kecil dikelilingi hutan yang dulunya sepi, mulai dilengkapi berbagai sarana prasarana. Kompleks perkantoran "Seentak Galah Serengkung Dayung" misalnya, dibangun diatas lahan 96 hektar. Kemudian rumah sakit, terminal, perumahan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Muaro Tebo memang sedang berbenah diri. Namun, jangan dianggap Kabupaten Tebo tidak memiliki sarana prasarana yang lengkap. Ada satu kecamatan yaitu Rimbo Bujang yang lebih dulu bersiap diri mendukung pemekaran Tebo. Kecamatan yang sekarang mekar menjadi Rimbo Ulu dan Rimbo Ilir ini sebelum pemekaran sudah melengkapi diri dengan sarana prasarana. Tahun 1999 misalnya, fasilitas perdagangan (pasar) di Rimbo Bujang berjumlah 18 buah, sedang di Tebo Tengah hanya 3 buah. Jumlah penduduknya pun memang lebih banyak dibandingkan kecamatan lokasi Muara Tebo itu. Tanaman karetlah yang membuat Rimbo Bujang menjadi kecamatan maju. Pohon penghasil getah karet ini juga yang membawa pertanian, khususnya perkebunan sebagai basis ekonomi Kabupaten Tebo. Tahun 2002, perkebunan memberi kontribusi Rp 166 miliar. Sebanyak 44 persen tenaga kerja secara turun-temurun mengandalkan hidupnya di perkebunan dan 45 persen dari luas wilayah berupa areal perkebunan. Bekas transmigran Rimbo Bujang saat pertama kali datang ke lokasi tahun 1974-1975 mendapat jatah lahan 5 hektar tiap keluarga. Semua lahannya di tanami karet. Pengelolaannya diserahkan kepada perkebunan negara (PTPN VI) bekerja sama dengan Departemen Transmigrasi dengan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Trans. Bertahun-tahun mereka mengandalkan hidupnya dengan berkebun karet. Sampai akhirnya lahan itu sudah menjadi milik mereka dan sekarang kebun karet total dikelola oleh masyarakat. Produksi getah karet Tebo pada 2002 mencapai 94.385 ton, meningkat 4,4 persen dari tahun sebelumnya. Akan tetapi, luas tanamannya mengalami penurunan 1,5 persen. Rimbo Bujang, Rimbo Ulu, dan Rimbo Ilir punya peran dalam penurunan areal tanam karena sebagian beralih fungsi menjadi lahan kelapa sawit. Meski begitu, produksi getah karet tiga kecamatan tersebut menyumbang 37 persen bagian produksi getah karet. Sayang, produksi yang melimpah bahkan terbesar di Provinsi Jambi tidak diikuti dengan keberadaan industri pengolahan karet. Selama ini, getah-getah karet dalam bentuk balok-balok cetakan diangkut ke Kabupaten Bungo, Kota Jambi dan Padang untuk diproses lebih lanjut. Masa-masa kejayaan karet akan berakhir. Tanaman-tanaman karet yang umumnya sudah lebih dari 25 tahun, tidak produktif lagi untuk disadap. Program peremajaan karet di Kabupaten Tebo hampir tidak ada. Hasilnya petani-petani eks trans mulai melirik kelapa sawit sebagai tanaman pengganti. Sebenarnya, kelapa sawit bukan hal baru bagi kabupaten yang juga dilintasi Sungai Batang Hari ini. Pada lokasi transmigrasi lain di Tebo Ilir, Tebo Ulu, dan Sumay, kelapa sawit menjadi tanaman andalan. Berbeda dengan karet, pengelolaan kelapa sawit melibatkan tiga pihak : masyarakat, negara, dan swasta dengan pola PIR dan Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN), yaitu PT Tebora. Perkebunan negara (PTPN VI) yang dulunya mengelola karet di Rimbo Bujang, sekarang ikut mengelola perkebunan kelapa sawit. Namun saat ini untuk perkebunan karet dan sawit banyak masyarakat yang mengeluh karena semakin minimnya lahan. Sehingga masyarakat melalukan perambahan terhadap hutan yang merupakan tanah milik Negara. Sehingga kerap terjadi kerusuhan antara warga dengan perusahaan yang mendapat izin pengolahan lahan. Fenomena alih fungsi areal tanam karet menjadi kelapa sawit ditanggapi pemerintah kabupaten (pemkab) secara positif. Dinas Perkebunan mendirikan kebun bibit sawit unggul bekerja sama dengan Balai Penelitian Bibit di Medan. Bibit-bibit tersebut diberikan kepada petani dengan harga yang disubsidi pemerintah. Hasil produksinya tahun 2002 mencapai 48.541 ton. Meski belum bisa menyamai posisi Kabupaten Muaro Jambi dan Sarolangun sebagai sentra penghasil kelapa sawit Jambi. Selanjutnya tandan buah segar sawit dibawa ke industri pengolahan kelapa sawit di Batang Hari, Bungo, Sarolangun, dan Merangin karena belum ada industri pengolahan sawit. Fungsi tata guna lahan lain yang ikut mendominasi bagian wilayah Tebo adalah hutan. Luas kawasannya yang mencapai 293.947 hektar terdiri atas hutan produksi tetap, produksi terbatas, lindung, dan konservasi. Meski luas arealnya hampir sama dengan areal perkebunan, tetapi kontribusinya tidak sama. Terbukti tahun 2002 hanya menyumbang Rp 68 miliar. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tebo tetap bergantung pada sektor ini, khususnya dari retribusi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan (IPHH) yang memberi 75 persen bagian. Tebo memang belum bisa berbuat banyak untuk mengelola potensi-potensi lain seperti pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, pariwisata, dan industri. Namun, dalam realisasi anggaran 2002, sekitar 52 persen bagian pendapatannya digunakan untuk belanja pembangunan. Begitu juga dengan sector pariwisata. Tebo banyak memiliki potesi wisata alam dan potensi wisata warisan budaya. Seperti danau sigombak di desa Jambu 30 KM dari Kota Muara Tebo. Kemudian beberapa candi peninggalan kerajaan hindu yang banyak ditemukan di beberapa daerah sepanjang aliran sungai batang hari. Tebo juga kaya akan ragam budaya lainnya. Namun budaya dan potensi wisata itu belum tergali dan malahan sebagian besar budaya masa lalu itu telah terabaikan oleh generasi sekarang. Sumber : http://sigombak.blogspot.com/2008/04/sejarah-kabupaten-tebo-dan-potensi-alam.html |